Tantangan Internal dan Eksternal Penerapan Transformasi Digital di Perusahaan

Recent Post

Categories

Tantangan Internal dan Eksternal Penerapan Transformasi Digital di Perusahaan

March 9, 2022
-
By charlie chandra

Apa itu Transformasi Digital di perusahaan?

Transformasi Digital di perusahaan adalah peralihan atau inovasi penggunaan teknologi yang lebih modern di perusahaan, baik dari cara manual (non digital) ataupun dari penggunaan teknologi yang lebih “kuno”.
Substansinya bukan sekedar peralihan atau inovasi, tapi juga tentang bagaimana teknologi ini diadopsi dan digunakan. Transformasi Digital dikatakan berhasil jika mampu mengoptimalisasi proses bisnis perusahaan dan meminimalisir (atau bahkan menghilangkan) inefisiensi, risiko, dan hambatan.
Penerapan Transformasi Digital di perusahaan tidak akan terlepas dari tantangan, yang tentu tidak dapat diacuhkan. Walaupun muncul sebagai representasi bentuk hambatan, tetapi akan menjadi keuntungan jika perusahaan mampu mengatasinya.

Tantangan penerapan Transformasi Digital di perusahaan dapat berasal dari internal maupun eksternal.

Tantangan dari Internal

  • Kultur

  • Kultur di perusahaan adalah salah satu bentuk tantangan dari dalam (internal) perusahaan. Kultur dapat bersifat individual (dipengaruhi oleh kepribadian manusia) dan organisasional (dipengaruhi oleh aturan atau nilai yang dibangun di perusahaan).

    Kultur lama tidak dapat begitu saja berubah saat ada Transformasi Digital, namun akan diawali dengan benturan di antara keduanya. Jika pada awalnya membuat surat dengan tulisan tangan, sebagian orang tidak serta merta mampu atau mau menerima jika harus berubah menggunakan aplikasi. Walaupun demikian, kultur lama dan baru tetap dapat saja diberlakukan bersamaan dan memberikan manfaat.
    Jika mempengaruhi secara substansial proses bisnis di perusahaan, maka tidak ada toleransi, kultur yang lama harus dihilangkan.

    Kejadian yang pernah dialami Uber dapat menjadi rujukan. Uber sempat dirundung insiden pelecehan seksual, termasuk kasus yang menimpa mantan karyawan Susan Fowler. Rentetan kejadian ini dampak dari kultur di perusahaan yang merusak citra perusahaan.

    Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan membuat peraturan melarang karyawan untuk minum-minuman beralkohol dan memakai obat-obatan terlarang selama jam kerja, di acara perusahaan dan acara sponsor. Uber juga memotong budget pengeluaran beli minuman beralkohol dan membatasi reimburse minuman alkohol bagi para karyawan.
    Kunci utama keberhasilan merubah kultur dalam penerapan Transformasi Digital adalah:

    1. Kebijakan perusahaan yang ketat dalam penerapan Transformasi Digital;
    2. Pemilihan teknologi yang tidak memberi peluang penerapan kultur yang lama;
    3. Perusahaan berhasil mempengaruhi karyawan untuk mendukung Transformasi Digital.

  • Keinginan Transformasi Digital Skala Besar

  • Kadangkala perusahaan melakukan perubahan skala besar dalam digitalisasi sebagai upaya untuk mencapai kemajuan yang maksimal. Keputusan tersebut tidak selalu salah, tetapi resistensi-nya akan semakin besar.

    Digitalisasi dapat dilakukan bertahap atau hanya ditambahkan sebagai sebuah entitas tertentu yang dibutuhkan diantara semua proses bisnis yang ada di perusahaan. Jika harus diterapkan pada pengembangan produk, dapat dibatasi pada hal-hal tertentu.

    General Electric, perusahaan teknologi yang mencakup multi-industri, justru mengalami kerugian setelah melakukan pengembangan produk dalam skala besar.

    Pada 2011, GE memulai upaya membangun platform Internet of Things (IoT) yang besar, menambahkan sensor ke produk dan mengubah model bisnis untuk produk industri. GE juga menciptakan unit bisnis baru yang disebut GE Digital. Tujuannya adalah untuk meningkatkan data agar GE menjadi pembangkit tenaga teknologi. Tidak hanya itu, GE terus mengembangkan produk lain secara bersamaan. Selain itu, GE juga meluncurkan platform perangkat lunak yang disebut “Predix” untuk pengembang internal dan eksternal.

    Meskipun menggelontorkan miliaran dolar dan ribuan karyawannya, harga saham perusahaan terus turun. GE memutuskan kembali fokus pada tujuan utama dan pendapatan jangka pendek daripada tujuan dan pengembangan inovasi jangka panjang.

    GE mencoba melakukan banyak digitalisasi secara bersamaan, tanpa visi yang benar tentang apa yang ingin dicapai.
    Transformasi Digital dalam skala besar bukan sesuatu yang sederhana. Ketika pemilihan teknologi dan penerapannya tepat, hasilnya akan luar biasa. Jika terjadi sebaliknya, justru bisa sangat mahal dan menjerumuskan perusahaan.

  • Faktor Kepemimpinan

  • Perjalanan dan masa depan perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh pimpinan. Pimpinan dapat dilihat sebagai individu dan sebagai kelompok pimpinan. Atau dilihat dari salah satu diantara keduanya mana yang paling dominan dalam “menggerakkan” perusahaan.

    Gaya kepemimpinan yang tadinya bersifat mengarahkan (directive), saat ini perlahan bergeser ke arah pendampingan (participative). Walaupun kenyataannya, saat ini gaya kepemimpinan keduanya masih diterapkan.

    Keberhasilan Transformasi Digital dengan gaya kepemimpinan directive sangat dipengaruhi oleh pimpinan sebagai individu. Hubungan antara pimpinan ke bawahan lebih banyak atas dasar perintah. Pimpinan yang tidak adaptif dengan kondisi kekinian dan perkembangan teknologi, dapat menyebabkan perusahaan tidak akan berkembang lebih cepat atau bahkan kalah dalam persaingan bisnis.

    Sebaliknya, keberhasilan Transformasi Digital dengan gaya kepemimpinan participative sangat dipengaruhi oleh nilai kebersamaan atau pemikiran kolektif antara pimpinan dan bawahan. Gaya kepemimpinan seperti ini mempunyai peluang lebih besar tingkat keberhasilannya, karena dipengaruhi banyak orang di perusahaan. Tentu harus disertai suatu formula proses bisnis yang tepat dalam berkoordinasi satu sama lain.

    Pada prinsipnya, dalam upaya melakukan Transformasi Digital, pimpinan harus mendukung atau bahkan mendorong budaya kerja yang menggunakan teknologi untuk membantu karyawan bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Transformasi Digital di perusahaan tidak mungkin ada atau segera terjadi jika pimpinannya tidak memberikan dukungan penuh menuju kearah perubahan tersebut.

  • Kolaborasi Internal

  • Transformasi Digital di Perusahaan dapat dilakukan pada setiap bagian, tidak terhubung atau berkolaborasi dengan bagian lain. Jika teknologinya dapat diintegrasikan, tentu hasilnya akan lebih baik dengan adanya kolaborasi antar bagian tersebut dalam penerapan Transformasi Digital. Namun, pada prakteknya, kolaborasi tidak dapat dipandang dari sisi teknologinya saja, ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan agar kolaborasi tersebut dapat berjalan dengan baik.

    Kondisi yang pernah terjadi pada perusahaan mobil klasik Amerika, Ford, adalah salah satu pelajaran penting. Kolaborasi yang tidak baik dalam Transformasi Digital, justru menyebabkan “kehancuran”.

    Pada 2014, Ford mencoba transformasi digital dengan menciptakan segmen baru bernama Ford Smart Mobility. Tujuannya mengembangkan mobil berteknologi canggih yang diaktifkan secara digital dengan mobilitas yang ditingkatkan. Masalah muncul ketika segmen baru tidak diintegrasikan ke dalam Ford. Tidak hanya bermarkas jauh dari bagian-bagian perusahaan yang lain, tetapi juga dilihat sebagai entitas terpisah ke unit bisnis lain. Pada saat Ford memutuskan mengalokasikan anggaran besar ke dalam usaha barunya, Ford menghadapi masalah kualitas di area lain perusahaan. Harga saham Ford turun secara dramatis dan CEO mengundurkan diri beberapa tahun kemudian.

    Kolaborasi sangat penting dalam penerapan transformasi digital. Pada kasus Ford ini, transformasi digital bukanlah transformasi aktual tapi lebih dari poros ke area bisnis baru. Agar berhasil, kolaborasi harus dilakukan dengan baik untuk memastikan proses integrasi secara tepat.

  • Ketersediaan Resource di Perusahaan

  • Penerapan Transformasi Digital yang tepat akan mengoptimalisasi proses bisnis perusahaan. Namun, rencana penerapan Transformasi Digital yang sudah disiapkan dan dianalisis secara komprehensif, kadangkala tidak selalu diikuti dengan ketersediaan resource yang mumpuni dalam pengembangannya.

    Upaya untuk tetap menggunakan resource dari internal perusahaan yang kurang kompeten, dengan dalih untuk sekaligus meningkatkan kapasitas, dapat saja dilakukan. Asalkan Transformasi Digital yang direncanakan tidak mendesak dan tidak beresiko besar jika tidak terwujud. Perusahaan mendorong upaya pengembangan sambil belajar, mengirimkannya dalam peningkatan skill (misalnya training/sertifikasi) atau memberikan dukungan dalam bentuk insentif yang sesuai.

    Namun, jika Transformasi Digital penting untuk segera dilakukan dan mempunyai implikasi serius jika tidak terlaksana, sedangkan perusahaan tidak mempunyai resource yang mumpuni, ada 2 cara yang dapat dilakukan.

    Pertama, perekrutan resource untuk menjadi karyawan sesuai keahlian, terutama jika Transformasi Digital membutuhkan pemeliharaan dan pengembangan lebih lanjut. Jumlah dan keahlian resource disesuaikan kebutuhan.

    Kedua, mempekerjakan orang-orang dari luar, baik secara perorangan maupun kelompok. Tentu diperlukan strategi dengan mempertimbangkan biaya, waktu, lingkup dan hasil yang akan didapatkan, agar menjadi optimal. Perusahaan menyiapkan tim untuk melakukan pengawasan dan evaluasi selama proses pengembangan dilakukan.

  • Big Data

  • Istilah “Big Data” pertama kali muncul pada sebuah publikasi ilmiah resmi tahun 1997 di sebuah paper ilmiah NASA. Big data digunakan untuk memberi penamaan pada volume data yang semakin besar, beragam dan kompleks yang tidak mudah dikelola oleh praktik pengelolaan data secara tradisional.

    Ketika transformasi digital mulai bekembang pesat, big data muncul sebagai kunci utama untuk melalui proses tersebut. Sehingga para pemimpin dan pembuat keputusan menggunakan data untuk menemukan cara baru agar dapat berinteraksi dan memahami kebutuhan pelanggan. Hasil analisis big data digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan tepat, mempercepat inovasi, dan mendorong pertumbuhan untuk keunggulan yang kompetitif.

    Melalui perkembangan teknologi, berbagai perusahaan memiliki keluhan tentang banyaknya data yang dimiliki. Dalam beberapa kasus, big data dapat menghambat transformasi digital, terutama jika datanya tidak didukung oleh program tata kelola data yang solid. Perusahaan tidak bisa begitu saja memiliki akses ke lebih banyak data tanpa pengelolaan, pengoperasian dan keamanan data yang tepat.

    Pada sisi lain, Transformasi Digital hadir sebagai bagian dari upaya organisasi untuk memanfaatkan aset data yang terus bertambah dengan sebaik-baiknya. Transformasi Digital adalah tentang bagaimana mengubah perusahaan untuk mendasarkan semua keputusan pada data. Sehingga bila disimpulkan big data adalah kemampuan untuk menyimpan semua data yang tersedia dan dapat diproses atau dikonsumsi oleh perusahaan menjadi informasi yang bermanfaat.

    Adanya big data dalam transformasi digital dapat menjadi solusi terbaik dalam penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, bahkan memprediksi peluang di masa yang akan datang. Big data yang dikelola dengan baik akan memberikan pemahaman yang lebih baik juga tentang proses bisnis, pelanggan, dan pasar.

    Tantangan dari Eksternal

  • Kondisi Kahar

  • Kondisi kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan. Kondisi kahar dapat menyebabkan perubahan kondisi sangat drastis. Pengaruhnya dapat menjadi positif dan negatif terhadap penerapan Transformasi Digital.

    Pandemi Covid-19 adalah contoh kondisi kahar. Tingkat persebaran Covid-19 lebih cepat disebabkan munculnya virus tersebut jelang tahun baru Lunar, pada saat lalu lintas penumpang lebih tinggi di Tiongkok. Sementara itu, masa inkubasi Covid-19 yang lebih panjang dengan gejala yang asymptotic. Dalam perkembangannya, Covid-19 meluas dengan cepat ke banyak negara di luar Tiongkok, termasuk Indonesia.

    Pandemi Covid-19 menyebabkan masing-masing orang mulai membatasi interaksi, tidak berkelompok, belajar jarak jauh, lebih banyak menggunakan waktu di rumah dan mengurangi belanja secara langsung. Kondisi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan juga mulai menyesuaikan proses bisnisnya, baik aktivitas bekerja atau bahkan core business perusahaan tersebut.

    Perusahaan sudah mulai menerapkan bekerja dari rumah (work from home) dengan interaksi secara online menggunakan teknologi. Membuka rekening bank yang awalnya harus ke bank, sekarang dapat dilakukan melalui aplikasi. Toko yang sebelumnya hanya mempunyai gerai offline, sekarang sudah membuka toko secara online.

    Beberapa contoh tersebut adalah perubahan atau inovasi yang terjadi melalui digitalisasi yang lebih modern dan merupakan pengaruh positif dari kondisi kahar dalam percepatan Transformasi Digital.

    Kondisi kahar lain yang sempat terjadi di Indonesia adalah Tsunami Aceh, pada 26 Desember 2004. Bermula dari gempa beberapa kali, ombak setinggi kurang lebih 20 meter membuat beberapa kota di provinsi itu lumpuh. Kekuatan gempa mencapai magnitudo 9,0 kurang lebih 10 menit yang terjadi berada di Samudra Hindia pada kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut.

    Tsunami Aceh menyebabkan kondisi fisik Aceh hancur, termasuk infrastruktur teknologi di wilayah tersebut. Kondisi ini membawa pengaruh negatif terhadap Transformasi Digital. Kebutuhan dasar teknologi seperti jaringan listrik dan internet justru menjadi fokus pembangunan kembali, yang seharusnya sudah mulai bergeser ke kebutuhan inovasi teknologi yang lebih tinggi.

    Pada prinsipnya, kondisi kahar dapat terjadi kapan saja. Setiap kondisi kahar akan membuat situasi berubah. Setiap perubahan dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap Transformasi Digital, tergantung seberapa besar dampak kondisi kahar dan seberapa pandai kita dapat “menangkap” peluangnya.

  • Kolaborasi Eksternal

  • Perusahaan yang akan bertahan ke depan selain harus adaptif terhadap perkembangan teknologi, harus mampu berkolaborasi dengan pihak lain untuk memperkuat kemajuan bisnis perusahaan. Transformasi Digital kedepan tidak lagi semuanya disediakan sendiri, tetapi dapat dilakukan melalui kolaborasi dengan pihak eksternal, sehingga berbagai produk dan layanan dapat disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Misalnya perusahaan e-Commerce bekerja sama dengan Bank dan Fintech dalam proses pembayaran, sementara perusahaan konten hiburan bekerjasama dengan perusahaan media streaming untuk menjangkau pemirsa/pendengarnya.

    Tentu hal yang belum tersedia atau belum optimal dilakukan oleh perusahaan tidak harus dikerjakan oleh pihak lain melalui kolaborasi. Perusahaan dapat saja mengoptimalkan yang sudah ada atau menyediakan sendiri yang belum ada. Dalam hal ini, diperlukan analisis lebih lanjut, apakah suatu proses perlu dilakukan kolaborasi dengan pihak lain atau tidak.

    Beberapa pertimbangan untuk melakukan kolaborasi eksternal diantaranya sebagai berikut:

    1. Transformasi Digital yang direncanakan sangat berpengaruh terhadap kemajuan bisnis perusahaan, tetapi perusahaan tidak mempunyai cukup infrastruktur dan sumber daya manusia yang mumpuni;
    2. Peran pihak lain sangat besar dalam Transformasi Digital tersebut;
    3. Diperlukan investasi yang sangat mahal dan waktu yang lama untuk menerapkan Transformasi Digital tersebut;

  • Keterbatasan Teknologi

  • Kondisi pandemi menjadi penguat wawasan bahwa perusahaan yang dilengkapi dengan teknologi digital tidak berpengaruh signifikan terhadap proses bisnisnya, bahkan dapat menjadi lebih baik perkembangannya. Sementara itu, perusahaan yang tidak dilengkapi dengan teknologi digital, menjadi terpuruk. Ini sebagai bukti bahwa transformasi digital untuk menjalankan proses bisnis perusahaan harus segera dilakukan.

    Pada dasarnya, transformasi digital harus dimulai dengan membangun kapabilitas dalam proses bisnis agar dapat mengadopsi teknologi digital dengan baik, contohnya dengan membentuk platform digital atau membangun infrastruktur yang mumpuni. Kapabilitas tersebut harus dibarengi dengan orientasi user experience.

    Namun, hal tersebut tidak dapat berjalan mulus jika tidak dilengkapi dengan inovasi terhadap proses bisnis dan kebutuhan Transformasi Digital yang tepat.

    Pilihan teknologi memang sangat beragam, tetapi tidak ada teknologi yang benar-benar sempurna. Penerapan Transformasi Digital bisa saja tepat pada masa tertentu, tapi tidak untuk masa yang lain. Kadangkala pilihan Transformasi Digital juga dapat menyebabkan biaya yang tak terduga dikemudian hari. Biaya tersebut muncul karena teknologi digital yang diterapkan sudah tidak sesuai lagi diterapkan atau memang kebutuhan pengguna yang lebih tinggi dari apa yang dapat disediakan oleh teknologi digital tersebut.

    Perkembangan teknologi yang sangat cepat dan kebutuhan pengguna yang selalu berkembang dari waktu ke waktu, menjadi isyarat bahwa teknologi selalu mempunyai keterbatasan.

    Untuk mengurangi dampak buruk akibat keterbatasan teknologi, beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam penerapan Transformasi Digital sebagai berikut:

    1. Analisis yang komprehensif dalam pemilihan teknologi digital sesuai proses bisnis perusahaan;
    2. Meningkatkan kemampuan karyawan, menyiapkan infrastruktur yang tepat serta menyiapkan biaya cadangan untuk mengantisipasi perkembangan atau perubahan teknologi digital sebagai tuntutan kondisi masa depan;
    3. Kolaborasi dengan pihak lain dalam penerapan Transformasi Digital.

  • Kebutuhan Pengguna yang Tidak Terbatas

  • Pada umumnya, ketika perusahaan melakukan Transformasi Digital, akan diikuti dengan transformasi bisnis. Perusahaan perlu menyesuaikan proses bisnis atas perubahan alur kerja agar dapat benar-benar selaras dengan penerapan Transformasi Digital. Keselarasan tersebut akan mengoptimalisasi proses bisnis perusahaan dan pada akhirnya akan memberi kepuasan pengguna untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini pengguna dapat berarti karyawan perusahaan, dapat juga berarti konsumen produk atau jasa perusahaan.

    Kebutuhan pengguna selalu menjadi titik fokus bisnis, yang mendorong perbaikan layanan bisnis perusahaan. Jika saat ini Transformasi Digital pada perusahaan sudah dapat mengakomodir kebutuhan pengguna, belum tentu menjadi solusi permanen, karena pada kenyataannya kebutuhan pengguna terus meningkat. Bisnis harus mampu menempatkan diri secara tepat untuk pengguna. Bisnis perlu memahami lebih cermat, kira-kira apa saja yang dibutuhkan pengguna kini dan nanti.

    Transformasi Digital dalam sisi pengguna juga berarti adanya perubahan yang cukup signifikan perihal user experience. Perlu menjadi perhatian para pelaku bisnis agar pengguna, baik dari sisi karyawan perusahaan agar tetap merasa nyaman bekerja, maupun dari sisi konsumen untuk “tidak berpaling” memakai produk atau jasa yang ditawarkan pesaing bisnis.

    Dalam proses transformasi digital, setidaknya ada 3 cara pandang dalam mengaitkan dengan kebutuhan pengguna.
    Pertama, merubah proses bisnis melalui Transformasi Digital, kemudian mengintegrasikannya dengan kebutuhan pengguna. Kedua, mengubah user value proposition kearah digitalisasi, kemudian menerapkannya melalui Transformasi Digital. Ketiga, melihat kebutuhan pengguna akan teknologi digital, kemudian mentransformasikan proses bisnis melalui pemilihan Transformasi Digital yang tepat.

  • Persaingan Bisnis

  • Kesiapan perusahaan dalam menghadapi persaingan di tingkat global harus mempertimbangkan penerapan teknologi digital yang mumpuni untuk menentukan keberhasilan perusahaan ke depan. Pada era digitalisasi yang semakin cepat, persaingan bisnis menuntut perusahaan menerapkan Transformasi Digital yang selalu unggul dan selalu mutakhir untuk memenangkan persaingan. Perusahaan yang enggan berbenah sesuai perkembangan zaman akan terpuruk.

    Untuk bisa tetap bersaing, perusahaan harus mampu memahami arus perubahan secara tepat di mana segmen yang masih terbuka dan tercipta dalam waktu cepat. Mana yang sudah ditinggalkan, mana yang mengecil. Reformulasi kembali strategi tanpa harus menunggu akhir tahun.

    Mirisnya, tidak semua pelaku usaha memahami perubahan tersebut. Banyak diantaranya yang tetap membiarkan proses bisnis dijalankan secara konvensional dan kemudian mengalami keterpurukan. Era digital yang seharusnya menjadi sebuah peluang justru menjadi ancaman.

    Di era digitalisasi, untuk memenangkan persaingan bisnis berkorelasi dengan kemampuan dalam menerapkan teknologi yang tepat. Perusahaan yang menerapkan Transformasi Digital dengan teknologi terkini disesuaikan proses bisnis, tentu akan lebih bersaing daripada yang hanya mengandalkan cara-cara konvensional, walaupun dengan biaya besar dan sumberdaya yang banyak.

    Hal ini berarti, persaingan bisnis berdampak positif pada upaya perusahaan-perusahaan untuk menerapkan Transformasi Digital yang tepat untuk menjadi pemenang dalam persaingan tersebut.

  • Perubahan Regulasi

  • Pesatnya perkembangan teknologi saat ini sangat membantu perusahaan untuk mengoptimalkan proses bisnisnya. Tapi di sisi lain, kemudahan layanan itu juga diiringi dengan celah-celah kelemahan, terutama karena perkembangan teknologi tersebut melampaui regulasi yang ada.

    Pada saat berdirinya berbagai perusahaan transportasi online, seperti Go-Jek, Grab dan Uber, Indonesia belum secara tegas mengatur mengenai angkutan umum dengan aplikasi berbasis online. Akibatnya terjadi pro dan kontra yang massif atas kehadiran transportasi online, karena dianggap tidak memiliki legalitas.

    Menjawab permasalahan tersebut, pada awal tahun 2016, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, sebagai bentuk pengembangan dan perubahan dari peraturan yang sudah ada terkait transportasi.

    Imbas dari adanya regulasi tersebut, transportasi umum konvensional mulai tersaingi dan tersisih. Untuk memperkuat bisnis, Blue Bird pada akhirnya berkolaborasi dengan Gojek. Tuntutan perubahan proses bisnis mau tidak mau perlu dilakukan. Dalam hal ini Blue Bird juga melakukan Transformasi Digital dalam hal platform pemesanan transportasi, yang telah menjadi tren pengguna, melalui integrasi sistem dengan Gojek.

    Setidaknya ada dua sudut pandang yang membuat regulasi memberikan celah kelemahan terhadap Transformasi Digital. Pertama, regulasi yang terlalu membatasi. Kedua, regulasi belum mencakup kondisi atau keadaan ideal yang dibutuhkan.

    Sejauh ini, pembuat regulasi, dalam hal ini pemerintah, terus berupaya membuat pembaruan regulasi sesuai kebutuhan dan kondisi kekinian. Jika ada perubahan regulasi yang terkait dengan proses bisnis, tentu akan memberikan pengaruh terhadap perusahaan. Selain merubah proses bisnis, akan mendorong perubahan penggunaan teknologi menyesuaikan regulasi.

  • Ancaman Kejahatan Siber

  • Tranformasi Digital yang menghasilkan komunikasi data antar pihak melalui koneksi jaringan masih rentan dari ancaman kejahatan siber. Kejahatan siber dapat menyebabkan data diubah, dicuri atau dihapus. Sehingga kerahasiaan dan keamanan data perusahaan menjadi rentan. Selain itu, kejahatan siber juga dapat dalam bentuk informasi yang menyudutkan atau bohong, yang dapat mempengaruhi citra perusahaan.

    Beberapa jenis ancaman kejahatan siber diantaranya:

    1. Cyber Espionage
    2. Jenis kejahatan ini, pelaku menerobos jaringan dan mendapatkan akses masuk ke data perusahaan. Kemudian pelaku dengan leluasa mendapatkan data perusahaan. Misalnya, terjadi pada kasus persaingan bisnis untuk mencuri data-data milik pesaingnya.

    3. Cyber Warfare
    4. Pelaku masuk ke sistem perusahaan kemudian mengacak-acaknya. Jenis ancaman ini bahkan pernah memakan korban jiwa juga. Hal ini pernah dilakukan oleh Israel memanfaatkan virus jaringan untuk merusak teknologi listrik tenaga nuklir milik Iran.

    5. Cyber Crime
    6. Kejahatan ini berupa kejahatan yang melanggar peraturan hukum, walaupun seringkali sasarannya perorangan. Misalnya penipuan dalam transaksi jual beli online, penipuan kartu kredit, dan kasus lainnya.

    7. Cyber Terrorism
    8. Bentuk kejahatan ini bertujuan untuk mengganggu keamanan sosial, politik, dan ekonomi yang dilakukan secara online. Misalnya menyerang website resmi pemerintah, melakukan sadap jaringan komunikasi strategis politik, mencuri sumber data elektronik perbankan, dan sebagainya.

    9. Cyber Bullying
    10. Kejahatan ini dilakukan pelaku pada pihak lain secara sengaja dalam bentuk fitnah, cemooh, kata-kata kasar, pelecehan, ancaman, dan hinaan yang dilakukan secara online. Perilaku tersebut dilakukan berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan sasaran.

    Untuk mencegah terjadinya kejahatan siber pada perusahaan, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, melengkapi fitur proteksi pada sistem yang dapat diakses secara online, terutama yang terkait dengan data penting atau rahasia. Kedua, menghindari atau memperbaiki proses bisnis yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Ketiga, Menjalin hubungan yang baik, kepada karyawan atau pihak lain tidak hanya terkait dengan tugas atau bisnis, tetapi juga dalam konteks persahabatan secara sosial.

menu